Tuesday, December 4, 2012

I Hate The Nigth Rain (PART II)


Kakakku terdiam. Aku tak menyangka kalau seorang papa yang selama ini menjadi idola anaknya sendiri, tega mengusirnya. Kakakku kemudian masuk, kedalam kamarnya. Tidak lama setelah itu, ia keluar dengan sebuah ransel besar di punggungnya. Dan membawa koper besar, yang entah apa isinya aku tak tahu. “Kalau aku pergi dari rumah ni. Tata dan Mama ikut aku!” kemudian ia memanggil ku turun kebawah.
                Kali ini, papa yang terdiam. Ia berpikir cukup lama. “Baiklah! Silahkan bawa dua dedemit kau itu! Aku tak membutuhkan mereka dirumah ini, aku pun tak peduli pada mereka! Cihh!!” hatiku sakit mendengarnya. Ternyata sia – sia mama mengurusku 16 tahun terakhir ini. Mama menangis terisak – isak. Aku tidak kuat melihat perlakuan papa pada kami. Aku mengahmpiri papa.
                “Pah! Kita pun nggak butuh Papa!! Papa yang harusnya keluar dari rumah ini! ada gaada papa, rumah ini sama aja! Kita udah terbiasa tanpa kehadiran papa beberapa bulan ini! jadi, papa nggak pulang pun aku bersyukur. Papa pulang, rumah ini kayak neraka buat aku!” kata ku geram dan ingin papa segera pergi dari rumah ini.
                Tiba – tiba terdengar suara sirine mobil polisi di daerah rumah kami. Seketika, raut muka papa menegang. Aku pun tak mengerti, kenapa papa tiba – tiba mendadak pucat. Tak lama dari itu, aku mendengar pintu depan rumahku digedor tak sabar. Sebelum, aku berjalan menuju pintu, hendak membukanya. Pintu dibuka dari luar, didepan rumah kami sekarang berjejer sekitar lima orang lelaki bertubuh tambun, berseragam coklat, berbagai pangkat di bajunya, dan memegang senjata tajam-pistol.
                “Jangan bergerak! Pak Hermawan, anda kami tahan. Atas tindakan kasus penggelapan dana proyek yang sedang anda kontrak, senilai Rp. 850.000.000,-” kata salah satu polisi itu menghampiri papa dan menyiapkan borgol yang sudah ada ditangannya sekarang.
“A..Apaa maksud anda? Dana apa? Saya bahkan, tidak pernah mengontrak proyek apapun! Anda pasti salah orang!! Lepaskan!!” kata papa mengelak. Melihatku, kakakku, dan mama secara bergantian memohon bantuan. “Tidak bisa Pak! Ayo, sekarang Bapak ikut kami ke kantor! Jika memang bukan Bapak, kami hanya ingin meminta keterangan pada Bapak!” kata polisi itu menarik paksa lengan papa. “Maaa, bantuu papa mahhh!! Reka bantu papa sayanggg!! Maafkan papa!! Tata tolong papa!! Usir mereka dari rumah kita ini!!” mama melihatnya cemas, kak Reka bahkan tak peduli, ia terlanjur sakit hati. Aku pun tak bisa melakukan apa – apa. Ku hanya bocah yang masih dibawah umur.
                “Tunggu Pak, saya ingin berbicara sesuatu pada suami saya.” Kata mama lembut. Polisi itu mengangguk, “Tapi hanya 30 menit!” mama mengiyakan.
“Pah, sebenernya mama tau kasus ini sejak awal, tapi mama nggak ngasih tau papa. Karena, mama nggak mau papa stress. Mama berusaha cari jalan keluar. Dan, mama menemukan salah satu pengacara muda hebat yang pintar, ia selalu menang dalam menangani kasus. Kasus berat sekalipun. Kebetulan, pengacara muda itu sedang berada di café favorit kita. Dan mama mengajaknya berbicara tentang kasus papa. Dan ia menyetujui. Ia mau membantu kasus papa tanpa dipungut biaya apapun, dengan alasan ia ingin berterimakasih pada papa yang telah membuat nya menjadi seperti ini. mama, kemudian ingat pada salah satu sahabat yang pernah papa ceritakan. Tareka. Namanya, ada pada kedua anak kita. Dan saat itu, mama meminta papa datang ke café favorit kita untuk bernostalgia dengan sahabat lama papa. Mama melihat papa, berlari tergesa – gesa kehujanan hanya dengan alas jaket kulit papa. Tapi, saat itu papa, terbakar api cemburu saat mama sedang berbincang – bincang tentang papa di masa muda. Mama, tidak pernah selingkuh pa. saat itu, mama bahagia. Karena, Tareka menceritakan dari dulu, papa selalu dan selalu dan akan selalu mencintai mama. Mama tersenyum mendengar Tareka menceritakan itu. Maafkan, mama karena tidak pernah menceritakan ini pada papa. Sejak hari itu, mama ingin menjelaskan pada papa. Namun, papa selalu menuduh mama selingkuh dengan Tareka.” Mama menunduk, berlinang air mata, menyudahi ceritanya. Pipi papa basah dengan air matanya. Entah, air mata buaya, atau memang hatinya menyesal.
“Cukup Bu. Waktunya habis. Kami akan memeriksa suami anda.” Kata polisi itu mengakhiri cerita mama. “Tunggu Pak! Saya ingin mengucapkan kata – kata terakhir untuk keluarga saya. Mah, maafkan papa. Karena, papa tidak pernah mau mendengar penjelasan papa tentang peristiwa di café itu. Sungguh, papa sungguh menyesal. Reka, maafkan papa sayang. Papa minta tolong, supaya kamu menjaga adik dan mama kamu selama papa dipenjara. Dan Tata, kamu benar sayang. Ada tidak nya papa memang sudah tidak berpengaruh lagi dirumah kalian. Maafkan papa, lindungi mama dan kakakmu sayang.” Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami bertiga. Papa pun dibawa oleh kelima polisi itu. Aku bisa melihat papa sangat menyesal.
Setelah, mobil polisi yang membawa papa itu menerobos dinginnya hujan di malam hari ini, mama berlari keluar rumah. Berteriak histeris, meminta supaya papa kembali. Mama sudah memaafkannya sepenuhnya. Mama berlari menerobos hujan yang menusuk – nusuk kulit. Aku dan Kak Reka berlari mengejar mama, mencegah mama, melindungi mama. Mama berlari hingga ke keluar perumahan kami, berlari melewati jalan yang tadi dilewati oleh mobil yang membawa papa. Mama, terdiam, berdiri ditengah jalan, kehabisan nafas, capai, dan tersengal, karena tak berhasil mengejar mobil polisi itu. Aku dan Kak Reka pun mulai berjalan cepat (sudah tidak berlari) mulai tenang karena mama sudah mulai mereda emosinya. Tapi, tiba – tiba diujung perempatan sana, beberapa meter dari tempat mama berdiri, lampu menyilaukan menyorotkan cahaya kuning diterpa hujan itu semakin dekat, dan mama tak sempat berlari. Mama, hanya termenung menatap cahaya itu. Mama kira, cahaya itu, cahaya mobil polisi yang membawa papa kembali. Aku kaget, melihat mobil itu berjarak kurang dari satu meter dengan mama. Aku berlari. Namun, terlambat. Tubuh mama sudah terbujur kaku ditengah jalan, digenangi oleh aliran darah dan hujan yang dengan cepat menjadi satu. Aku berlari secepat mungkin, untuk menyelamatkan mama. Kak Reka yang baru menyadari apa yang terjadi dengan mama, seger berlari menyusulku.
“Maaaammaaaaaa……………….!!!!!!!!!!!!!!” Teriakku histeris, mengguncang – guncang tubug mama yang sudah banyak mengeluarkan banyak darah. “Mammaaaaahhh jangan tinggalin kita mah!!” aku memeluk mama seerat mungkin. Tak mau kehilanagn mama. Kak Reka menghampiriku, mendekatkan tangannya dihidung mama. Dan tak ada lagi hembusan nafas yang dirasakan tangan Kak Reka. Mendadak, sekujur tubuh mama dingin, sedingin hujan malam ini.

Thursday, November 29, 2012

I Hate The Nigth Rain (PART I)


Teman taukah kalian, saat aku menulis ini aku ditemani suara music keempat terindah yang pernah aku dengar. yaitu suara hujan. malam ini, hujan turun seperti hari biasanya. Dan, ketika malam hujan – hujan yang lain, peristiwa itu pun terjadi. Sebentar aku dipanggil wanita cantik dibawah sana.
“Tata sayang, makan dulu.” mama meneriakiku menyuruhku turun ke bawah untuk makan. Setelah, smapai dibawah. Aku hanya duduk didepan meja makanku.
“Ayo sayang, makan dulu. mamah sudah menyiapkan gulai padang kesukaanmu.” Mama memberi sepiring gulai dan nasi porsiku dihadapanku. Aku hanya menggelengkan kepala. Tak mau. Selera makanku hilang semenjak ‘ia’ memutuskan meninggalkanku tadi pagi.
“Hei, kau Tata. Tidakkah kau makan? Kau nanti, pingsan! Ayolah makan, bak barang sesendok saja.” Kata lelaki itu merayuku, membujukku supaya cepat makan. Baiklah, aku makan. Aku menyuapkan sesendok nasi dengan gulai padang kesukaanku itu tidak berselera. Dari harumnya gulai itu enak sekali, namun dilidahku terasa hambar tidak berasa sama sekali. Mereka memperhatikanku gemas. Baiklah, aku mempercepat makanku dan setelah selesai menghabiskan gulai hambar ini (saat terasa dimulutku) aku bisa segera masuk ke kamar, dan terbebas dari omelan dua makhluk yang kusayang dihadapanku ini.
Untunglah, aku sedikit merasakan rasa pedas dari gulai itu, sehingga aku lebih berselera untuk memakannya. Aku bergegas masuk kamar. Tak memperdulikan panggilan dua makhluk dibawahku itu. Baru saja, aku terbaring lelah dikamarku. Aku sudah mendengar suara ribut – ribut di bawah. Huuuhhh. Aku bosan mendengar ‘ia’ tiap malam berteriak memaki – maki seisi rumah, termasuk pembantu dirumahku, yang tak tahu apa – apa. Aku berusaha menutup telingaku dengan bantal dan masuk kedalam selimut hangatku.
Astaga, suara ’nya’ semakin melengking. Hingga, aku mendengar benda terjatuh. Aku memutuskan untuk melihat seberapa parah perbuatan yang ditimbulkan ‘nya’ dalam beberapa detik. Aku keluar kamar dan menutup mulutku rapat – rapat. Benda yang terjatuh itu adalah foto keluarga terbesar yang ada dirumahku. Rasanya aku ingin berteriak sekencang – kencangnya menyuruh ‘nya’ pergi, kalau bisa secepatnya dari rumah ini. Sementara, hujan diluar semakin besar, petir dan gledeg menyambar disekitar rumahku. Aku merasakan, alam pun marah atas perlakuan ‘ia’ terhadap keluargaku.
“Baik! Baiklah aku akan menandatangani surat cerai itu! Kau mengerti?! Sekarang kau puas, hah?!!” teriak mama berang diirigi isak tangis kesedihannya, kemarahannya, kekesalannya, semua campur aduk menjadi satu. Semua, tergambar jelas di paras cantiknya. ‘lelaki’ itu melemparkan map berisi yang katanya surat cerai antara ‘ia’ dan mama.
“Hei, kau! Sopanlah sedikit pada istri kau! Aku bahkan tak sudi memanggil kau dengan sebutan PAPA!!” teriak kakak lelaiku yang paling besar. Aku ingin menangis mendengar kata – kata kakakku itu. Aku memang membenci papa. Tapi kakakku terlalu berlebihan. Bagaimanapun, kalau papa tidak ada kakakku tidak aka nada. Lagian, diantara semua anggota keluargaku, kakakku yang paling mirip dengan papa.
                PLAAAKKKK!!!
                Aku mendengar dan melihat adegan tadi secara jelas dengan kedua mataku sendiri. Astaga, apa yang dilakukan papa pada anak tersayangnya? Aku tak mengerti jalan pikiran papa semenjak papa marah pada malam saat kakakku ulang tahun, tepatnya saat malam hari dimana hujan angin terus mengguyur daerahku. Hari itu papa memergoki mama berselingkuh dengan lelaki tampan dan lebih muda dari papa, di café tempat papa dan mama pertama kali bertemu.
                “Dasar! Kau anak tak tau diri! Sekarang juga, kau pergi dari rumahku!!” teriak papa malah menyuruh kakakku pergi dari rumah tempat kami berteduh dari panas, dan hujan beberapa bulan lalu. Tanpa kehadiran papa.

Sunday, November 4, 2012

Proposal TIK Multimedia Linear




Di Susun Oleh:
Ulifatul Laili Mahmudah
IX – 1
SMP Negeri 9 Bandung



MULTIMEDIA LINEAR
Ø  Konsepnya membuat Multimedia Linear :
Konsep saya dalam membuat multimedia linear adalah; saya akan membuat sebuah produk multimedia linear yang bisa dilihat, didengarkan. Dan saya akan membuat sebuah produk semacam dongeng yang akan ditampilkan dengan cara audio dan visual berupa gambar animasi dan suara berupa dongeng.
Ø  Alasan mengapa saya memilih membuat Multimedia Linear:
Alasan saya memilih membuat Mulimedia Linear daripada Multimedia Interaktif lebih dilihat dari tingkat kesukarannya. Ini berdasarkan hasil rundingan perkelompok. Kelompok saya sudah menyetujui akan membuat Multimedia Linear, walaupun multimedia Linear itu lebih mudah dikerjakan, tapi jika membuatnya semaksimal mungkin, saya yakin nilainya pun akan memuaskan. Multimedia Linear juga lebih banyak menginspirasi, lebih mudah, dan lebih simple daripada pembuatan Multimedia Interaktif.
Ø  Tujuan saya membuat produk Multimedia Linear:
Tujuan utama saya membuat produk Multimedia Linear ini adalah untuk memenuhi tugas akhir dari seluruh tugas saya yang akan dikumpulkan pada bulan Februari. Ini juga sebagai hiburan refreshing untuk saya sendiri. Dan untuk hiburan oleh teman – teman saya juga.
Ø  Materinya dalam membuat Proposal ini:
Saya akan mengambil materi membuat Multimedia Linear. Karena dalam pembelajaran ini, materi nya ada dua, yaitu: Multimedia Linear, dan Multimedia Interaktif. Saya dan kelompok saya lebih memilih, Multimedia Linear.
Ø  Bahan – bahan yang diperlukan saat membuat produk Multimedia Linear:
Kali ini, saya akan membuat produk semacam dongeng dengan gambar – gambar animasi dari berbagai detail dari tiap cerita. Ini memerlukan gambar – gambar yang dibuat dan setelah terkumpulkan semua detail dari semua cerita, lalu akan saya foto dan foto yang ada akan dimasukkan sama dengan cara pembuatan video biasa dengan pembuatan movie maker. Jadi, saya disini membutuhkan hardware, software dan imajinasi saya sendiri
Ø  Hasilnya dari pembuatan Multimedia Linear:
Hasil atau produk dari Multimedia Linear yang akan saya buat berupa video, tetapi bukan seperti video – video lainnya atau video klip, hamper serupa tapi berbeda. Video ini akan berformat mp3gp.
Ø  Cara menggunakan produk hasil Multimedia Linear:
Cara menggunakannya hanya tinggal dibuka file yang berisikan video yang telah saya buat. Setelah itu, tinggal duduk didepan laptop/notebook/PC/dvd/cd atau media apapun yang anda pakai dan sediakan camilan sambil menikmati video yang saya buat.
Ø Kesimpulan nya adalah:
Kesimpulan saya; Jadi, dalam menyelesaikan tugas akhir ini saya akan membuat sebuah produk Multimedia Linear yang berupa video yang dimana isinya semacam dongeng yang diiringi oleh alunan musik yag nanti nya akan berformat mp3gp yang bisa disaksikan lewat media apapun.

Sunday, September 30, 2012

Gara - gara jam beker sialan ( PART III )


Ternyata papa belum menyadari juga. Baru satu sendok papa memasukan nasi nya ke mulut. Papa seperti teringat sesuatu. “Eh mah, kok papa nggak kebelet pipis lagi yah? Perasaan tadi kebelet banget deh.”
Papa mencoba untuk mengingat apa gerangan yang menyebabkan dirinya tak lagi kebelet. “Eh, eh, mah. Kok celana papa kaya yang basah dan hangat ya? Atau ini perasaan papa aja?”
Mama yang ditanya bertubi – tubi hanya tersenyum. Lalu, dengan santai mama mengangguk. Papa belum mengerti ada apa sebenarnya, “Coba papa pikir – pikir lagi deh.”
“KYAAAAAA...!! Mamaaaa...! Papa pipis di celana! Gimana dong ini mah?!” Bukan nya langsung ke wc. Papa malah mondar – mondir kaya orang ga jelas.
“Pah, papah ini kenapa sih? Malah mondar – mandir ga jelas kaya setrikaan aja! Ya, kalau udah terlanjur keluar sih, cepetan ke kamar mandi lah pa!”
“Nggak mah! Bukan itu yang papa pikirin sekarang.” Papa makin tampak gelisah.
“Terus apa dong pah?”
“Papa bingung harus ketawa dulu atau nangis dulu baru ke wc?” Kata papa dengan polos nya.
“What’s? Papa nggak salah? Yaudah lah nggak dua – duanya. Papa cepetan ke kamar mandi. Atau mama panggil orang satu RT biar pada tahu kalau papa pipis di celana?” Ancam mama langsung.
Papa langsung ngibrit ke kamar mandi. Saat mau melepas pakaian papa mikir lagi. “Kan kata Rio air di bak nya habis. Terus pakai apa ya? Ah iya, ada shower dan bathub. Ahh.. Papa berendam saja lah di bathub. Nggak apa – apa. Biar mama makan sendiri saja, kan nanti juga ada Rio. Sudah lama papa tidak memanjakan diri. Hihi,” Papa berbicara pada diri sendiri.
***
“Pagi mah.” Sapa Rio riang saat turun dari tangga menuju ruang makan. Ia sudah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan nya di sekolah nanti. Ia mengambil kursi di sebelah mama nya. “Pagi sayang.” Balas mama nya sambil terus melanjutkan sarapan pagi nya.
“Lho, mah. Papa kemana? Kok nggak keliatan sih. Perasaan tadi makan bareng mama?” Tanya Rio sambil mengambil nasi.
“Papamu ke kamar mandi.”
“Ngapain mah? Kan tadi papa juga, kaya nya udah mandi deh.” Kini, Rio mengambil lauk pauk yang dimasak oleh mama.
“Tadi waktu kamu udah selesai mandi. Papa kebelet pipis. Eh, waktu lagi kebelet – kebeletnya ngelihat kucing kepeleset. Yah, kebablasan deh.” Mama menceritakan dengan senyum – senyum mengingat kejadian tadi.

Gara - gara jam beker sialan ( PART III )


Ternyata papa belum menyadari juga. Baru satu sendok papa memasukan nasi nya ke mulut. Papa seperti teringat sesuatu. “Eh mah, kok papa nggak kebelet pipis lagi yah? Perasaan tadi kebelet banget deh.”
Papa mencoba untuk mengingat apa gerangan yang menyebabkan dirinya tak lagi kebelet. “Eh, eh, mah. Kok celana papa kaya yang basah dan hangat ya? Atau ini perasaan papa aja?”
Mama yang ditanya bertubi – tubi hanya tersenyum. Lalu, dengan santai mama mengangguk. Papa belum mengerti ada apa sebenarnya, “Coba papa pikir – pikir lagi deh.”
“KYAAAAAA...!! Mamaaaa...! Papa pipis di celana! Gimana dong ini mah?!” Bukan nya langsung ke wc. Papa malah mondar – mondir kaya orang ga jelas.
“Pah, papah ini kenapa sih? Malah mondar – mandir ga jelas kaya setrikaan aja! Ya, kalau udah terlanjur keluar sih, cepetan ke kamar mandi lah pa!”
“Nggak mah! Bukan itu yang papa pikirin sekarang.” Papa makin tampak gelisah.
“Terus apa dong pah?”
“Papa bingung harus ketawa dulu atau nangis dulu baru ke wc?” Kata papa dengan polos nya.
“What’s? Papa nggak salah? Yaudah lah nggak dua – duanya. Papa cepetan ke kamar mandi. Atau mama panggil orang satu RT biar pada tahu kalau papa pipis di celana?” Ancam mama langsung.
Papa langsung ngibrit ke kamar mandi. Saat mau melepas pakaian papa mikir lagi. “Kan kata Rio air di bak nya habis. Terus pakai apa ya? Ah iya, ada shower dan bathub. Ahh.. Papa berendam saja lah di bathub. Nggak apa – apa. Biar mama makan sendiri saja, kan nanti juga ada Rio. Sudah lama papa tidak memanjakan diri. Hihi,” Papa berbicara pada diri sendiri.
***
“Pagi mah.” Sapa Rio riang saat turun dari tangga menuju ruang makan. Ia sudah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan nya di sekolah nanti. Ia mengambil kursi di sebelah mama nya. “Pagi sayang.” Balas mama nya sambil terus melanjutkan sarapan pagi nya.
“Lho, mah. Papa kemana? Kok nggak keliatan sih. Perasaan tadi makan bareng mama?” Tanya Rio sambil mengambil nasi.
“Papamu ke kamar mandi.”
“Ngapain mah? Kan tadi papa juga, kaya nya udah mandi deh.” Kini, Rio mengambil lauk pauk yang dimasak oleh mama.
“Tadi waktu kamu udah selesai mandi. Papa kebelet pipis. Eh, waktu lagi kebelet – kebeletnya ngelihat kucing kepeleset. Yah, kebablasan deh.” Mama menceritakan dengan senyum – senyum mengingat kejadian tadi.
Rio masih belum ngeh, “Hmm.. Berarti papa pipis di celana?” Pertanyaan Rio terjawab dengan anggukan kepala mama.
“Hah? Pipis di celana? Hmpftt.. Whahahahahahhaha.. Ngahhahaha...” Rio hampir saja mengeluarkan nasi yang lagi dikunyah nya, untung keburu ditelan.
“Jadi, sekarang papa lagi bersemedi di kamar mandi?” Tanya Rio disela – sela tawa nya. “Iya deh kayanya.” Jawab sang Mama santai.
Tapi, Rio seakan teringat sesuatu. “Mamaaa..!! Air nya di bak mandi kan kosong banget. Papa gimana mau bersihin nya?”
Tanpa disuruh mama langsung menepuk dahi nya, “Iyaaa!! Mama lupa nggak ngasih tau papa. Gimana dong?” Mama dan Rio jadi gelisah memikirkan hal tersebut. Rio hanya menaikkan bahu nya.

Gara - gara jam beker sialan (PART II)


Tidak sampai satu menit Rio sudah keluar dari kamar mandi. Dia segera bergegas menuju kamar nya untuk memakai seragam sekolahnya.
            “Oh iya, mah pah, air di bak mandi, Rio abisin yah. Soalnya Rio tadi kepingin buang air besar. Ntar, mama atau papa isi lagi aja kalau mau ke WC.” Teriak Rio sebelum akhirnya memutuskan untuk naik ke kamarnya.
            “Heh, air nya kamu habisin semua?” Papa setengah berteriak menanyakan itu. Mendengar pertanyaan papa nya Rio hanya meringis kuda. Lalu, melesat kembali ke kamar nya. Ia takut terkena ceramah oleh mama dan papa nya. Jika, itu sampai terjadi, ia bisa telat masuk sekolah, apalagi pagi ini ada upacara bendera.
            “Yah, mah, padahal papa ingin buang air kecil.” Papa menahan kebelet yang seketika itu melandanya. Sang mama hanya menaikkan bahu nya seolah mengisyaratkan-‘tuh sana pipis aja di taman belakang’.
            “Terus gimana dong mah?” Papa kini mulai panik takut kelepasan.
            Lalu, tiba – tiba entah darimana datang nya. Ada seekor kucing yang tiba – tiba meloncat di jendela dari halaman belakang hendak menuju ke dapur. Tapi, kucing itu meleset dari target nya. Kaki depan nya terpeleset sudah masuk ke dapur dan satu kaki belakang nya masih berada di jendela. Sepertinya, kaki nya terpelitek. Sang kucing tak jadi masuk ke dapur, karena mungkin ia berpikir-luarnya saja sudah ber-ranjau, apalagi dalamnya.
            Papa yang saat itu duduk berhadapan langsung dengan arah dapur. Otomatis, melihat adegan action sekejap barusan. Setelah berpikir beberapa detik papa baru sadar kalau kucing itu terpeleset dan tidak jadi memakan ikan di dapur rumah nya. Seketika papa langsung tertawa terpingkal – pingkal mengingat adegan itu.
Tanpa sadar, papa tertawa terpingkal, padahal papa hampir saja tersedak. Dengan papa tertawa terpingkal – pingkal seperti itu, sudah sangat membantu proses keluarnya cairan hangat yang sejak tadi ditahan olehnya sekuat tenaga.
Mama yang melihat cairan hangat itu keluar dengan mulus nya, langsung saja muka mama memerah menahan tawa. Karena, sudah tidak sanggup menahan tawa. Mama langsung saja tertawa terbahak – bahak sambil berguling – guling di lantai.
Papa yang merasa tidak ada hal lucu, selain action kucing tadi langsung berhenti tertawa saat, melihat mama tertawa lebih keras darinya, padahal seingat nya mama tak melihat adegan action kucing tadi karena mama membelakangi dapur.
Tapi, kenapa mama bisa tertawa terbahak – bahak seperti itu ya. Pertanyaan itu terus membuat papa penasaran.
Mama yang merasa diperhatikan langsung terdiam, sambil sesekali menahan tawa.
“Hahaha... Ada apa pah? Kok ngeliatin mama kaya gitu sih? Haha..” Mama bertanya kepada papa sambil sesekali cekikikan.
“Mama ngetawain apa sih? Kok sampai tertawa terbahak – bahak seperti itu. Padahal seingat papa, mama tadi tidak melihat adegan action kucing jatuh.” Tanya sang papa penasaran.
“Hahahaha... Emang tadi ada adegan apa pah?” Tawa sang mama mulai mereda.
“Tadi ada kucing. Dia tuh kayanya mau masuk dapur kita. Tapi dia kepeleset gitu. Nggak tau nginjek apa samapi bisa mengurungkan niatnya nggak jadi mampir ke dapur kita.”
“Hah? Emang tadi ada kucing yah? Yah, mamah nggak lihat adegan nya kaya nya seru tuh.” Mama mencoba membayangkan bagaimana adegan nya. Setelah, terbayang mama mulai tertawa terbahak – bahak. Tetapi, tidak sekeras tadi. Mama memang mepunyai selera humor yang tinggi.
“Lho, emang nya mama nggak lihat? Papa kirain mama lihat adegan itu. Sampai mama terpingkal – pingkal begitu melihatnya.”
Mama terdiam sejenak, mencoba mengingat kejadian beberapa detik yang lalu itu.
“Oooohhhhh iya! Mama ingat! Jadi, gara – gara itu papa hahaha..hmmppff..hahaha...” Mama masih tetap menahan tawa. Sambil menutupi mulutnya yang sudah tak kuat ingin mengatakan yang sebenarnya kepada suaminya ini.
“Gara – gara apaan sih ma? Kasih tau dong ma, ke papa. Biar papa juga bisa ikut tertawa bersama mama. Kan kalau papa juga tahu, kita bisa tertawa bersama dan mama nggak kaya orang gila yang ketawa – ketawa nggak jelas sendiri.” Papa terlihat sangat penasaran.
“Pah.. Papah mau tahu tadi mama ngetawain apa? Papa ini ya, benar – benar dari dulu selalu begitu.” Kata sang mama mengingat masa – masa mereka pacaran dahulu.
“Iya papa ingin tahu. Segimana lucu nya sih adegan itu sampai bisa membuat mama terbahak – bahak seperti tadi. Memang nya dulu papa bagaimana?” Ternyata papa sama sekali tidak ingat dulu bagaimana perilakunya.
“Coba deh papa lihat kebawah! Yaaa.... Gitu deh. Tapi, papa tetep sama kok di mata mama. Papa tetep orang yang tampan, gagah, paling pemberani, konyol, dan gila yang pernah mama kenal dan cintai. Tapi, mama lebih suka papa begitu karena kita bisa saling melengkapi sampai sekarang, sampai kita mempunyai anak sebesar Rio.”
Mama menerawang mencoba mengingat zaman 18 tahun yang lalu. Mengingat betapa gentle nya seorang papa bisa mengatakan cinta kepada mama di depan orangtua mama.
Dan melamar mama di depan semua pegawai di kantor yang baru beberapa bulan ditempati mama bekerja. Maklum, dulu mama adalah pegawai baru yang baru berusia 20 tahun, sementara papa sudah berusia 24 tahun.
Papa langsung melihat ke bawah. Dan betapa kaget nya ia saat melihat tepat dibawah kursinya basah.
“Lho, mah rumah kita ini bocor yah? Kok basah nya cuman dibawah kursi papa doang? Kok di bawah kursi mama dan meja tidak bocor ya? Memang barusan hujan?” Papa membombardir mama dengan berbagai pertanyaan.
Papa mulai berpikir dan melanjutkan apa yang sedari tadi ingin dikatakan nya setelah teringat kejadian 18 tahun yang lalu saat dikantor tempat mama baru bekerja.
“Oh iya ma! Papa ingat! Saat itu papa sudah suka sama mama sejak pandangan pertama. Ternyata, pilihan papa nggak salah ya ma.” Papa berkata bangga pada dirinya sendiri. Mama hanya tersipu malu mendengar suami nya berkata seperti itu.
“Yahhh... Papah...! Kalau hujan juga pasti bocor nya semuanya. Nggak akan bagian bawah kursi papa saja. Gimana sih papa ini?” Kata mama mengingat kejadian tadi, smabil sesekali cekikikan.
“Iya juga sih. Ah abaikan saja lah mah. Ayo kita lanjutkan makan nya.” Mama hanya menganggukan kepala.

Thursday, September 20, 2012

Gara - gara jam beker sialan (PART I)


Tringgg... Tringgg... Tringgg...
            Rio merasa terganggu oleh jam beker yang baru di dapatkannya dari salah satu teman nya tiga hari yang lalu. Merasa sang jam tak kunjung berhenti berdering. Ia bangun dari balik selimutnya berniat untuk mematikan beker nya, tapi ia tergoda juga untuk melihat pukul berapa sekarang.
            Ia menekan tombol off pada belakang jam beker. Tapi anehnya sang beker tak mau berhenti juga. Ia meraba – raba tombol yang lain dalam keadaan setengah sadarnya. Dan sang beker pun berhenti berdering. Ia melirik jam bekernya saat melihat waktu menunjukkan pukul 05.30 WIB.
“Ah, tenang aja lah masih jam setengah enam.” Pikirnya dalam hati.
 Ia kembali meringkuk di balik selimutnya. Tapi sedetik kemudian ia tersadar kalo sekarang pukul 05.30, ia langsung loncat turun dari kasurnya, menendang selimutnya, menyambar handuknya, dan melesat ke kamar mandi.
            Rio masuk ke kamar mandi di kamarnya. Ia sudah melepas semua pakaian yang menempel pada badannya. Sewaktu itu ia hendak buang air besar di closet nya, ternyata kran air nya tidak mengeluarkan air. Untung saja, belum keluar. Ia mengurungkan niatnya untuk buang air besar.
            Ia mengambil sikat gigi, membuka tutup pasta gigi, di tekannya isi pasta gigi tersebut dan keluarlah isinya. Ia mengoleskan pasta gigi itu ke atas sikat gigi nya. Saat, mau mengambil air di dalam bak mandi, ternyata air nya tinggal sedikit. Ia menyalakan shower, dan lagi – lagi showernya mati.
            “Aaaaaah... sialan banget sih. Lagi buru – buru gini adaaa aja gangguan nya.” Gerutu Rio sambil melangkah keluar kamar mandi, tidak lupa dengan handuk putihnya yang menutupi bagian pinggang ke bawahnya.
            Rio tergesa – gesa menuruni tangga, bahkan hampir tiap kali dia menuruni anak tangga, ia terpeleset. Pada tiga anak tangga terakhir, Rio meloncati semuanya dengan sekali langkah, ia langsung terpeleset dan terjatuh berguling – guling dengan tangan kanan masih mengenggam sikat gigi dengan pasta gigi nya.
            Papa dan mama nya yang sedang makan seketika kaget mendengar suara benda jatuh.
“Aaauuuuwww.........!!!” Mereka seketika menoleh ke arah sumber suara.
            “Astaga, Rio kamu kenapa nak?” Tanya sang mama langsung.
            “Rio nggak apa – apa kok mah. Auww...” Kata Rio saat hendak berdiri, ia merasakan pantatnya kini ngilu.
            “Nggak apa – apa kok megangin pantat gitu sih?” Sang mama merasa ada sesuatu yang nggak beres dengan anaknya.
            “Nggak apa – apa mah. Tadi Rio cuman kepeleset doang.” Kata Rio masih memegang pantat nya yang terasa sakit dengan tangan kiri.
 Sang papa yang melihat kelakuan anak laki – laki nya itu, hanya bisa geleng – geleng kepala.
“Lha, terus ngapain kamu pake handuk segala?” Sang papa ikut buka suara. Mama yang baru sadar anaknya hanya menggunakan handuk saja, langsung tertawa cekikikan.
“Mau mandi pah! Udah ah, Rio mau numpang ke kamar mandi di kamar mama sama papa.” Jelas Rio sekenanya.
Melihat orang tuanya heran, Rio langsung menjelaskan “Kamar mandi di kamar Rio rusak!” Rio langsung melesat ke arah kamar mandi orang tuanya. Tapi, ia seolah teringat dengan sesuatu lalu ia membalikkan badannya sebelum masuk ke kamar mama dan papa nya. Ia segera berbalik dengan cepat “Oh iya!”
Mama dan papa nya langsung saja menoleh, dan memandang nya heran. “Mah pah, tolong dong suruh tukang untuk benerin kamar mandi di kamar Rio! Emang mama sama papa mau, Rio numpang terus ke kamar mandi kalian?” Kemudian suara pintu tertutup, terdengar keras sampai ruang makan.
Kedua Orangtua itu hanya bisa geleng – geleng kepala melihat kelakuan anak semata wayang mereka ini.
“Tuh mah ada – ada saja kelakuan anak mu itu.” Kata sang papa sambil merenungi-apakah sikapnya dulu seperti anaknya kini.
“Lho kok jadi anak mama sih? Kan Rio itu anak papa.”
“Hahaha yasudah sekarang kita lanjutkan makan nya.” Papa masih terkekeh mendengar mama berbicara seperti itu.
Kini kedua orangtua itu sudah menikmati kembali sarapan paginya ditemani oleh selingan obrolan dan candaan yang dilontarkan oleh kedua orang tua tersebut.
***