Sunday, September 30, 2012

Gara - gara jam beker sialan (PART II)


Tidak sampai satu menit Rio sudah keluar dari kamar mandi. Dia segera bergegas menuju kamar nya untuk memakai seragam sekolahnya.
            “Oh iya, mah pah, air di bak mandi, Rio abisin yah. Soalnya Rio tadi kepingin buang air besar. Ntar, mama atau papa isi lagi aja kalau mau ke WC.” Teriak Rio sebelum akhirnya memutuskan untuk naik ke kamarnya.
            “Heh, air nya kamu habisin semua?” Papa setengah berteriak menanyakan itu. Mendengar pertanyaan papa nya Rio hanya meringis kuda. Lalu, melesat kembali ke kamar nya. Ia takut terkena ceramah oleh mama dan papa nya. Jika, itu sampai terjadi, ia bisa telat masuk sekolah, apalagi pagi ini ada upacara bendera.
            “Yah, mah, padahal papa ingin buang air kecil.” Papa menahan kebelet yang seketika itu melandanya. Sang mama hanya menaikkan bahu nya seolah mengisyaratkan-‘tuh sana pipis aja di taman belakang’.
            “Terus gimana dong mah?” Papa kini mulai panik takut kelepasan.
            Lalu, tiba – tiba entah darimana datang nya. Ada seekor kucing yang tiba – tiba meloncat di jendela dari halaman belakang hendak menuju ke dapur. Tapi, kucing itu meleset dari target nya. Kaki depan nya terpeleset sudah masuk ke dapur dan satu kaki belakang nya masih berada di jendela. Sepertinya, kaki nya terpelitek. Sang kucing tak jadi masuk ke dapur, karena mungkin ia berpikir-luarnya saja sudah ber-ranjau, apalagi dalamnya.
            Papa yang saat itu duduk berhadapan langsung dengan arah dapur. Otomatis, melihat adegan action sekejap barusan. Setelah berpikir beberapa detik papa baru sadar kalau kucing itu terpeleset dan tidak jadi memakan ikan di dapur rumah nya. Seketika papa langsung tertawa terpingkal – pingkal mengingat adegan itu.
Tanpa sadar, papa tertawa terpingkal, padahal papa hampir saja tersedak. Dengan papa tertawa terpingkal – pingkal seperti itu, sudah sangat membantu proses keluarnya cairan hangat yang sejak tadi ditahan olehnya sekuat tenaga.
Mama yang melihat cairan hangat itu keluar dengan mulus nya, langsung saja muka mama memerah menahan tawa. Karena, sudah tidak sanggup menahan tawa. Mama langsung saja tertawa terbahak – bahak sambil berguling – guling di lantai.
Papa yang merasa tidak ada hal lucu, selain action kucing tadi langsung berhenti tertawa saat, melihat mama tertawa lebih keras darinya, padahal seingat nya mama tak melihat adegan action kucing tadi karena mama membelakangi dapur.
Tapi, kenapa mama bisa tertawa terbahak – bahak seperti itu ya. Pertanyaan itu terus membuat papa penasaran.
Mama yang merasa diperhatikan langsung terdiam, sambil sesekali menahan tawa.
“Hahaha... Ada apa pah? Kok ngeliatin mama kaya gitu sih? Haha..” Mama bertanya kepada papa sambil sesekali cekikikan.
“Mama ngetawain apa sih? Kok sampai tertawa terbahak – bahak seperti itu. Padahal seingat papa, mama tadi tidak melihat adegan action kucing jatuh.” Tanya sang papa penasaran.
“Hahahaha... Emang tadi ada adegan apa pah?” Tawa sang mama mulai mereda.
“Tadi ada kucing. Dia tuh kayanya mau masuk dapur kita. Tapi dia kepeleset gitu. Nggak tau nginjek apa samapi bisa mengurungkan niatnya nggak jadi mampir ke dapur kita.”
“Hah? Emang tadi ada kucing yah? Yah, mamah nggak lihat adegan nya kaya nya seru tuh.” Mama mencoba membayangkan bagaimana adegan nya. Setelah, terbayang mama mulai tertawa terbahak – bahak. Tetapi, tidak sekeras tadi. Mama memang mepunyai selera humor yang tinggi.
“Lho, emang nya mama nggak lihat? Papa kirain mama lihat adegan itu. Sampai mama terpingkal – pingkal begitu melihatnya.”
Mama terdiam sejenak, mencoba mengingat kejadian beberapa detik yang lalu itu.
“Oooohhhhh iya! Mama ingat! Jadi, gara – gara itu papa hahaha..hmmppff..hahaha...” Mama masih tetap menahan tawa. Sambil menutupi mulutnya yang sudah tak kuat ingin mengatakan yang sebenarnya kepada suaminya ini.
“Gara – gara apaan sih ma? Kasih tau dong ma, ke papa. Biar papa juga bisa ikut tertawa bersama mama. Kan kalau papa juga tahu, kita bisa tertawa bersama dan mama nggak kaya orang gila yang ketawa – ketawa nggak jelas sendiri.” Papa terlihat sangat penasaran.
“Pah.. Papah mau tahu tadi mama ngetawain apa? Papa ini ya, benar – benar dari dulu selalu begitu.” Kata sang mama mengingat masa – masa mereka pacaran dahulu.
“Iya papa ingin tahu. Segimana lucu nya sih adegan itu sampai bisa membuat mama terbahak – bahak seperti tadi. Memang nya dulu papa bagaimana?” Ternyata papa sama sekali tidak ingat dulu bagaimana perilakunya.
“Coba deh papa lihat kebawah! Yaaa.... Gitu deh. Tapi, papa tetep sama kok di mata mama. Papa tetep orang yang tampan, gagah, paling pemberani, konyol, dan gila yang pernah mama kenal dan cintai. Tapi, mama lebih suka papa begitu karena kita bisa saling melengkapi sampai sekarang, sampai kita mempunyai anak sebesar Rio.”
Mama menerawang mencoba mengingat zaman 18 tahun yang lalu. Mengingat betapa gentle nya seorang papa bisa mengatakan cinta kepada mama di depan orangtua mama.
Dan melamar mama di depan semua pegawai di kantor yang baru beberapa bulan ditempati mama bekerja. Maklum, dulu mama adalah pegawai baru yang baru berusia 20 tahun, sementara papa sudah berusia 24 tahun.
Papa langsung melihat ke bawah. Dan betapa kaget nya ia saat melihat tepat dibawah kursinya basah.
“Lho, mah rumah kita ini bocor yah? Kok basah nya cuman dibawah kursi papa doang? Kok di bawah kursi mama dan meja tidak bocor ya? Memang barusan hujan?” Papa membombardir mama dengan berbagai pertanyaan.
Papa mulai berpikir dan melanjutkan apa yang sedari tadi ingin dikatakan nya setelah teringat kejadian 18 tahun yang lalu saat dikantor tempat mama baru bekerja.
“Oh iya ma! Papa ingat! Saat itu papa sudah suka sama mama sejak pandangan pertama. Ternyata, pilihan papa nggak salah ya ma.” Papa berkata bangga pada dirinya sendiri. Mama hanya tersipu malu mendengar suami nya berkata seperti itu.
“Yahhh... Papah...! Kalau hujan juga pasti bocor nya semuanya. Nggak akan bagian bawah kursi papa saja. Gimana sih papa ini?” Kata mama mengingat kejadian tadi, smabil sesekali cekikikan.
“Iya juga sih. Ah abaikan saja lah mah. Ayo kita lanjutkan makan nya.” Mama hanya menganggukan kepala.

No comments:

Post a Comment